Raja Ampat, CNN Indonesia -- Kelompok perempuan di Kampung Kapatcol, Pulau Misool, Raja Ampat, Papua Barat Daya mengelola sasi demi menjaga alam agar tetap lestari. Generasi muda ikut meneruskan tradisi para leluhur di Bumi Cenderawasih.
Almina Kacili (63) duduk di bangku bambu. Tangannya memegang senter yang menerangi sebuah buku berisi lirik lagu. Dia diapit dua perempuan paruh baya. Empat mama lainnya berdiri merapat ke meja di hadapan Almina.
Lewat pukul sepuluh malam, mereka masih latihan bernyanyi untuk ibadah pembukaan sasi esok pagi. Paduan suara mama-mama itu memecah sunyi saat penduduk kampung sudah terlelap di tengah gelap tanpa aliran listrik. Suara jangkrik dan kodok seolah mengiringi mars "Perempuan Papua" yang mereka nyanyikan.
Pada Senin (25/3) pagi yang cerah, Yosep Weutot (62) duduk bersila tanpa baju sambil membawa noken, tas tradisional Papua dari serat kayu rotan. Tetua adat Kampung Kapatcol itu sedang menyiapkan persembahan khusus bagi leluhur untuk upacara pembukaan sasi.
Sasi merupakan tradisi adat masyarakat Papua untuk mengelola sumber daya alam di wilayah tertentu dan dalam kurun waktu yang telah disepakati bersama antara tokoh agama, tokoh adat, dan pemerintah setempat. Di Kapatcol, sasi diterapkan di laut.
Yosep membawa sesaji itu ke gereja. Isinya pinang, sirih, kapur serta rokok yang diletakkan di piring. Warga setempat menyebutnya pon fapo. Masing-masing dibelah tujuh, lalu ditutup kain merah dan putih.
Masyarakat Raja Ampat memiliki filosofi lokal dari leluhur yaitu "hutan adalah mama, laut adalah bapak, dan pesisir adalah anak". Filosofi ini mengajarkan keturunan mereka untuk melindungi alam secara keseluruhan.
Tepat pukul 07.35 WIT liturgi ibadah pembukaan sasi dimulai di Gereja Kristen Injili (GKI) Elim. Warga Kampung Kapatcol yang mayoritas memeluk Kristen pun beribadah. Sebanyak 16 perempuan duduk di bangku jemaat, 12 di antaranya mengenakan seragam bertuliskan "Kelompok Sasi".
Nama kelompok sasi ini Waifuna, yang berarti "yang diberkati Tuhan". Kelompok yang dipimpin Almina ini menjadi motor penggerak sasi laut di Kapatcol, dengan didampingi Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Lonceng ketiga berbunyi. Majelis Jemaat Elim Kapatcol membakar tujuh lilin dan memandu lagu pujian. Dari atas mimbar, seorang pendeta membacakan doa pembukaan sasi.
"Hari ini, Senin tanggal 25 Maret 2024 Jemaat Elim Kapatcol bersekutu dan hendak membuka sasi laut jemaat, dengan nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus hamba buka sasi laut Jemaat Elim Kapatcol di pagi ini," katanya.
Usai ibadah buka sasi, para jemaat menuruni bukit dari gereja menuju dermaga untuk mengikuti prosesi selanjutnya. Sementara anak-anak telah menunggu di ujung dermaga.
Satu per satu orang-orang menaiki sampan. Para pemuka agama berstola ungu berada dalam satu perahu. Beberapa tokoh adat Suku Matbat, suku asli Pulau Misool, membawa pon fapo di perahu berbeda.
Begitu pula kelompok perempuan Waifuna, tua maupun muda, bergegas melompat ke sampan. Anak-anak ikut pergi bersama orang tuanya. Ada pula warga yang membawa hasil kebun, peralatan masak, hingga sepiker jumbo ke perahu.
Guru-guru dan siswa di SD Negeri 20 Kapatcol tak ingin ketinggalan. Ini satu-satunya sekolah di kampung tersebut. Usai menggelar upacara bendera, mereka lalu buru-buru ikut serta kegiatan buka sasi itu.
Setelah semuanya siap, belasan perahu kemudian pergi bersama-sama. Sampan bermesin 15 PK mengantar mereka ke perairan yang berada di sebelah barat Kampung Kapatcol. Kampung yang dihuni 47 keluarga itu pun sepi seperti ditinggal penghuni.
Ritual buka sasi
Laut kehijauan tampak tenang menyambut perahu yang datang. Airnya yang jernih membuka pandangan hingga ke karang. Perairan itu berbatasan langsung dengan Laut Seram.
Yosep bersama Petuanan Adat Yohanis Hay dan Alex Mangar melarung pon fapo ke laut dari atas sampan. Ritual ini sebagai cara masyarakat meminta izin kepada penguasa wilayah agar hasil laut yang disasi melimpah.
"Tradisi Matbat setiap buka sasi buat sirih-pinang, kami bicara pada tuan tanah, minta izin dorang yang membuat hasil melimpah," kata Yosep pria bertubuh kekar dan berkulit gelap itu.
Setelah menempuh perjalanan 20 menit, mereka akhirnya menepi ke sebuah pantai yang sunyi. Para pemuka agama, tokoh adat, kelompok perempuan sasi, dan perwakilan masyarakat lalu berjalan kaki agak menanjak menuju satu titik.
Di sanalah tempat papan sasi digantung di sebuah pohon. Papan putih berukuran kira-kira 100 x 50 cm itu dicopot dari tempatnya kemudian dibawa ke perahu. Pencopotan itu menandakan bahwa sasi telah dibuka di tempat itu.
Papan tersebut bertuliskan "Wilayah ibu-ibu Kampung Kapatcol sudah sasi gereja di tengah jemaat GKI Elim Kapatcol". Di bagian bawah kiri papan tertulis "hasil yang disasi: teripang, udang, lola, dan bia garo". Di bagian kanannya tertera "Kelompok Sasi Ibu-ibu, tertanda Ketua Almina Kacili.
Di tempat itu, Yosep menyampaikan sambutan dalam bahasa Matbat. Sementara Alex Mangar menggali lubang lalu menaruh nasi putih dan kuning di atasnya.
Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke titik kedua, tempat papan sasi berikutnya diletakkan. Lokasinya masih di Kampung Kapatcol. Perjalanan menggunakan sampan ditempuh tak kurang dari 15 menit.
Tiga tokoh adat segera turun dari perahu menuju batu karang. Di sana, Yosep kembali melarung pon fapo ke laut. Setelah itu, mereka berjalan kaki ke arah pantai dengan melintasi karang.
Di sana, Almina sudah menunggu bersama pemuka agama. Papan sasi kedua pun dicopot dari tiangnya. Dengan demikian, tradisi sasi di Kampung Kapatcol resmi dibuka pada hari itu setelah hampir satu tahun, sejak Mei 2023, wilayah itu ditutup karena sasi.
"Sasi itu sesuatu yang dilindungi, tempat dan biota di situ dilindungi," kata Almina.
Ia kemudian mempersilakan semua orang yang datang untuk menyelam dan mengambil biota laut. "Menyelam sudah. Ayo! Kau perahu mana?" kata Almina kepada kelompoknya.
Anak-anak usia sekolah dasar menyelam tak jauh dari tepi pantai. Para remaja, mama-mama muda dan laki-laki dewasa kembali naik perahu. Mereka menuju ke perairan yang lebih dalam untuk memanen hasil laut.
Baca halaman berikutnya: Tidak Serakah Panen Hasil Sasi
Baca artikel CNN Indonesia "Sasi dan Aksi Kaum Mama Menjaga Biota Laut Papua" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20240413114636-269-1085837/sasi-dan-aksi-kaum-mama-menjaga-biota-laut-papua?fbclid=IwZXh0bgNhZW0CMTEAAR0v9lwzt1jm6cDzRirsK4pWwBTT5G9opl2BW-_C4rbAJP-4-uUVJ9yT7a4_aem_ATtgY8uGm2AuEDsdXDdhB9Kju7JdlUeLB5Cxx6PfrhA_65-eDiBYsjE_TO5pL2ZJ8tFPwRi_7tTY0dBC4_CtteOT.
Download Apps CNN Indonesia sekarang https://app.cnnindonesia.com/
Post A Comment:
0 comments: