Masyarakat adat Papua, Suku Awyu di Kabupaten Boven Digoel dan Suku Moi di Kabupaten Sorong, terancam kehilangan hak atas tanah dan hutan adat. Suku Awyu dalam memperjuangkan hak atas tanah telah menggugat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terbuka Satu Pintu Provinsi Papua, akibat tidak adanya keterbukaan informasi, untuk perusahaan Sawit PT Indo Asiana Lestari (PT IAL) upaya gugatan mereka di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura menolak gugatan lingkungan hidup dan perubahan iklim terhadap Pemerintah Provinsi Papua atas penerbitan izin kelayakan lingkungan hidup (PT IAL). Demikian pula, Suku Moi yang melawan perusahaan kelapa sawit PT Sorong Agro Sawitindo.
Bagi masyarakat adat bahwa tanah dan hutan memiliki nilai dan ikatan kuat dalam kehidupan mereka. Tanah dianggap sebagai ibu yang menyediakan segala kebutuhan. Dalam upaya menyelamatkan ruang hidupnya Suku Awyu dan Suku Moi telah mengajukan gugatan dalam tiga kasus berbeda melawan perusahaan, hasil putusan hingga Pengadilan Tinggi TUN memenangkan pihak pemerintah (DPMPTSP) Provinsi Papua dan perusahaan. Dalam gugatan Suku Awyu melawan DPMPTSP dan perusahaan, putusan hakim tidak dapat mempertimbangkan prosedur penerbitan Amdal karena bukan bagian dari objek sengketa dalam perkara ini. Putusan hakim justru tidak mencerminkan niat baik suku Awyu dalam menyelamatkan lingkungan dari Perubahan Iklim. Suku Awyu telah mengajukan pernyataan tanggal 14 Maret 2024. Pada kasus lain suku Awyu mengajukan intervensi melawan gugatan PT Kartika CIpta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya di PTUN Jakarta, pada tingkat pertama pengadilan menolak gugatan perusahaan namun pada tingkat banding membatalkan putusan tingkat pertama. Putusan hakim sangat janggal karena kembali menghidupkan asas domein yang bertentangan dengan hak konstitusional.
Senasib dengan suku Moi melawan gugatan perusahaan PT Sorong Agro Sawitindo (PT SAS) dengan konsesi perkebunan sawit seluas 40.000 ribu hektar, yang terletak di wilayah suku Moi Kabupaten Sorong. Bupati sorong mencabut izin lokasi, lingkungan, usaha PT SAS dan disusul dengan pemerintah mencabut izin pelepasan kawasan hutan pada 22 Desember 2022, perusahaan tidak menerima putusan dan
Post A Comment:
0 comments: